TOKYO, Sep 10 (News On Japan) - Debat yang sedang berlangsung mengenai legalisasi nama keluarga terpisah untuk pasangan menikah di Jepang telah menjadi topik yang memecah belah baik politisi maupun publik selama lebih dari tiga dekade.
Meskipun dukungan dari masyarakat umum semakin meningkat, faksi-faksi konservatif dalam Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa, seperti Konferensi Jepang (Nippon Kaigi), dengan keras menentang perubahan tersebut, dengan alasan kekhawatiran akan kesatuan keluarga dan nilai-nilai tradisional. Artikel ini menguraikan bagaimana masalah ini telah menjadi fokus dalam pemilihan kepemimpinan LDP saat ini, dengan para kandidat mengambil sikap yang berbeda-beda terkait masalah ini.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup Koizumi, tokoh terkemuka dalam perlombaan kepemimpinan LDP, telah menyatakan dukungan kuat untuk mengizinkan pasangan menikah memiliki nama keluarga terpisah. Dia bahkan mengusulkan undang-undang yang akan memperkenalkan sistem ini tanpa batasan partai, menandakan pergeseran progresif dalam partai yang secara tradisional konservatif. Di sisi lain, Kōichi, kandidat kunci lainnya, menunjukkan keengganan, mendukung kebijakan yang lebih memperluas penggunaan nama gadis dalam kehidupan sehari-hari tanpa mengubah sistem pendaftaran keluarga. Pendekatan hati-hatinya mencerminkan pengaruh kelompok-kelompok konservatif dan ketakutan mereka bahwa perubahan seperti itu dapat mengikis struktur sosial Jepang.
Artikel ini menyoroti penolakan mendalam dari kelompok-kelompok seperti Konferensi Jepang, yang berpendapat bahwa nama keluarga terpisah akan melemahkan struktur keluarga, yang pada akhirnya mengancam stabilitas masyarakat. Organisasi konservatif ini, yang memiliki pengaruh signifikan terhadap LDP, telah lama berkampanye melawan reformasi liberal, termasuk legalisasi pernikahan sesama jenis dan kebijakan sosial progresif lainnya. Kekhawatiran mereka tentang "jalan licin" yang dapat menyebabkan runtuhnya unit keluarga tradisional telah berkontribusi pada stagnasi debat, meskipun ada dukungan luas dari masyarakat untuk perubahan.
Bagian penting dari artikel ini didedikasikan untuk mengeksplorasi alasan mengapa masalah ini belum terselesaikan begitu lama. Meskipun survei opini publik menunjukkan bahwa hampir 70% responden mendukung gagasan mengizinkan nama keluarga terpisah, faksi-faksi konservatif dalam LDP berhasil memblokir kemajuan legislatif apa pun. Dukungan politik dari kelompok-kelompok seperti Konferensi Jepang semakin memperkuat sikap ini, dengan banyak kandidat LDP, termasuk beberapa yang dianggap progresif, menandatangani janji untuk menentang nama keluarga terpisah demi mendapatkan suara.
Artikel ini juga menyinggung implikasi lebih luas dari debat ini, membingkainya sebagai masalah hak asasi manusia dan identitas pribadi. Pendukung reformasi, seperti komentator politik Yuko Ando, berpendapat bahwa memaksa individu untuk mengubah nama keluarganya setelah menikah bisa terasa seperti penghapusan identitas pribadi mereka. Bagi Ando dan yang lainnya, debat ini bukan hanya tentang hukum keluarga tetapi juga tentang pengakuan hak individu untuk mempertahankan identitas dan otonomi mereka dalam pernikahan.
Kesimpulannya, artikel ini menyarankan bahwa pemilihan kepemimpinan LDP dapat menjadi momen penting untuk masalah lama ini. Dengan kandidat seperti Koizumi yang mengadvokasi perubahan dan mendapatkan momentum, ada kemungkinan bahwa hukum keluarga Jepang akhirnya dapat direformasi untuk mencerminkan realitas sosial modern. Namun, oposisi dari faksi konservatif tetap kuat, dan hasil pemilihan kepemimpinan kemungkinan akan menentukan arah masa depan debat tentang nama keluarga terpisah untuk pasangan menikah.
Source: TBS