Wakayama, May 31 (News On Japan) - Makanan pokok yang dihargai di meja makan Jepang, seperti umeboshi, ikan kering, kimchi, dan mentaiko, kini menghadapi krisis. Masalah ini berasal dari Undang-Undang Sanitasi Pangan yang direvisi enam tahun lalu. Pemicunya adalah wabah keracunan makanan pada tahun 2012, yang terkait dengan acar kubis Cina yang menyebabkan kematian delapan orang di Sapporo dan kota-kota lain.
Sebagai tanggapan atas insiden ini, standar kebersihan yang lebih ketat untuk produksi diterapkan, mengharuskan petani memenuhi standar peralatan tertentu. Namun, masa tenggang untuk kepatuhan berakhir besok, 31 Mei.
Rasa tradisional ini telah diwariskan dari generasi ke generasi. Bagaimana Jepang bisa menyeimbangkan pelestarian budaya makanan sambil memastikan keamanan?
Rasa tradisional ini telah diwariskan dari generasi ke generasi. Di Stasiun Jalan Kota Aridagawa Prefektur Wakayama, umeboshi buatan tangan dari petani lokal telah dicintai selama lebih dari 20 tahun. Produk-produk ini tidak hanya populer di kalangan penduduk lokal tetapi juga dicari oleh pengunjung yang datang khusus untuk membelinya.
Namun, peraturan baru tersebut menimbulkan tantangan signifikan bagi kelanjutan praktik tradisional ini. Revisi UU Sanitasi Pangan sekarang mengharuskan petani untuk meningkatkan fasilitas mereka agar memenuhi standar kebersihan baru, termasuk keran yang dioperasikan dengan tuas dan lantai tahan air, untuk mendapatkan persetujuan dari otoritas kesehatan. Hal ini menimbulkan beban finansial yang berat bagi banyak produsen, terutama petani yang lebih tua yang telah membuat umeboshi di rumah selama puluhan tahun.
Di Prefektur Wakayama, tempat produksi umeboshi terkenal di seluruh dunia, banyak petani yang kesulitan untuk membiayai peningkatan yang diperlukan. Shimizu, seorang petani yang telah membuat umeboshi selama lebih dari 30 tahun, mengungkapkan kekhawatirannya tentang dampak peraturan ini terhadap kemampuannya untuk melanjutkan bisnisnya. Dia khawatir bahwa tanpa investasi yang diperlukan, dia mungkin tidak bisa lagi menjual produknya.
Terlepas dari tantangan ini, upaya dilakukan untuk melestarikan rasa tradisional. Misalnya, beberapa produsen berhasil mengumpulkan dana melalui crowdfunding untuk meningkatkan fasilitas mereka dan mematuhi peraturan baru. Di Prefektur Aichi, lebih dari 1 juta yen dikumpulkan untuk mendukung produsen umeboshi, membantu mereka memenuhi standar baru.
Saat Jepang berusaha menyeimbangkan keselamatan pangan dengan melestarikan warisan kulinernya, kebutuhan akan langkah-langkah dukungan dan subsidi menjadi jelas. Makanan tradisional seperti umeboshi dan iburigakko (lobak daikon asap) tidak hanya merupakan harta budaya tetapi juga diakui oleh UNESCO sebagai bagian dari warisan budaya takbenda dunia. Oleh karena itu, penting untuk menemukan cara untuk mendukung industri-industri ini dan memastikan bahwa rasa tradisional ini dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang.
Source: YOMIURI